Dari ingar-bingar panggung keartisan, Rhoma Irama memutuskan terjun
ke panggung politik. Meski bukan pendatang baru, keputusan Rhoma
memasuki panggung politik kali ini terbilang berani lantaran si raja
dangdut itu serius menyatakan diri siap menjadi calon Presiden, orang
nomor satu negeri ini. Rhoma mengaku kesiapannya menjadi capres
lantaran didorong oleh para ulama yang merasa pemimpin yang ada saat
ini tidak merepresentasikan umat Islam. Meski mengundang banyak
keraguan, Rhoma tak gentar. Ia bahkan menilai hujatan orang lain
terhadap dirinya adalah vitamin penambah energi. Saat diwawancarai sebuah media Televisi nasional di
Jakarta pada Kamis(15/11/2012 yang juga bertepatan dengan Tahun Baru Hijriah 1434 H. Rhoma menceritakan panjang lebar soal
latar belakang pencalonannya menjadi capres itu dan apa yang akan diperbuatnya nanti
begitu resmi diusung calon presiden.
Berikut kutipan wawancaranya.
T: Banyak pihak yang mulai mencalonkan Bang Rhoma untuk maju sebagai capres. Apa Anda sudah siap maju sebagai RI 1?
J: Saya ingin katakan bahwa jabatan presiden buat saya itu bukan
jabatan yang menggiurkan yang harus dikejar, apalagi harus bayar, tetapi
sebuah jabatan yang menakutkan karena presiden itu merupakan tanggung
jawab sangat besar karena setiap napas harus dipertanggungjawabkan
kepada Allah dan bangsa. Posisi saya di sana adalah posisi yang harus
tampil karena desakan ulama dan umat. Kenapa mendesak, karena
beliau-beliau melihat capres mendatang tidak ada figur yang
merepresentasikan umat Islam, sementara umat Islam mayoritas. Begitu
mereka mendesak agar ada representatif umat yang tampil.
Kedua,
keterpanggilan saya. saya melihat semakin hari demokrasi kita sudah
kebablasan keluar dari komitmen falsafah Pancasila yang dicita-citakan
founding fathers kita. Kita sudah jauh dari nilai ketuhanan, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, dan jauh dari nilai persatuan.
Indikasinya
tidak ada sopan santun dalam berpolitik, berbangsa, dan bernegara.
Seorang kepala negara boleh dicaci maki, disamakan dengan kerbau,
drakula, tanpa ada sanksi hukum. Sementara presiden itu simbol negara.
Kalau rakyat sudah mencaci maki presidennya, berarti dia menghina
negaranya. Kalau presiden sudah seenaknya bisa dicaci maki, rektor dosen
bisa seenaknya dicaci maki. Guru-guru juga tidak punya wibawa lagi
kepada muridnya. Terjadilah demoralisasi.
Tawuran antarmahasiswa,
antarkomponen bangsa karena tidak ada lagi nilai moral karena kita
sudah hanyut dalam demokrasi yang permisif, serbaboleh. Saya ingin
kembalikan bangsa ini untuk kembali kepada Pancasila. Yang semula kita
bangsa religius, sekarang kita bangsa sekuler. Yang semula kita
bangsa sopan santun, ramah, jadi bangsa yang beringas, yang emosional.
Ini faktor keterpanggilan saya.
T: Jadi, ini sebenarnya desakan ulama atau keterpanggilan sendiri?
J: Desakan ulama dan desakan politisi Senayan. Dulu tidak pernah ada
keinginan jadi capres. Tahun 2004, saya didorong untuk mencalonkan,
tahun 2009, saya bahkan diminta jadi cawapres, tetapi saya tidak
terobsesi. Sampai saya katakan kepada para ulama, apakah tidak ada
figur lain selain saya yang bisa saya usung bersama? Dijawabnya, Anda
telah jadi ikon dari umat, hanya Anda yang bisa persatukan umat Islam,
dan hanya Anda yang bisa membawa visi dan misi umat Islam. Bahkan,
setiap kita kumpul, bahasanya, Anda "wajib, wajib, wajib" sudah bukan
harus lagi untuk maju karena tidak ada yang bawa aspirasi Islam.
T: Mengapa akhirnya Anda terjun ke politik yang banyak disebut keras?
J: Islam itu mencakup semua hal, termasuk politik itu sendiri. Kalau
ada yang bilang jangan terjun ke politik, itu salah besar karena politik
itu bagian kecil dari Islam. Saya rasa tidak ada karpet merah untuk
perjuangan. Berjuang mencari keadilan itu pasti beronak berduri. Seorang
pejuang harus siap menghadapi itu. Karena tidak ada nabi yang tidak
dihujat, bahkan dibunuh, termasuk keyakinan umat Kristiani, Yesus pun
dibunuh. Itulah konsekuensi seorang pejuang, bukan karena hujatan harus
mundur. Buat saya hujatan itu vitamin.
T: Apa yang bisa Anda lakukan dengan menjadi capres ini?
J: Saya berharap, saya pertanyakan kepada undang-undang dasar dan para
politisi apakah jabatan presiden ini bisa mengubah moral bangsa, bisa
mengubah akhlak. Sebenarnya, visi dan misi saya sejak dulu sudah
tertuang dalam lirik lagu saya. Sebelum ada KPK, saya sudah bicara
pemberantasan korupsi lewat lagu "Indonesia". Saya sudah bicara serukan
persatuan nasional melalui lagu "Bersatulah", saya menyerukan kerukanan
antarumat beragama melalui lagu "Kita adalah Satu". Saya sudah
menyerukan untuk melindungi HAM sebelum ada HAM internasional.
Sesungguhnya, rakyat, penggemar saya, sudah tahu visi dan misi Rhoma
bagaimana. Kepribadian Rhoma ada di situ, inilah visi misi Rhoma.
T:
Tadi Anda bilang dicalonkan maju sebagai capres karena tidak ada sosok
pemimpin yang representatif dari umat Islam. Kandidat-kandidat lain
yang sekarang muncul ini kan Islam semua. J: Akan
tetapi, yang membawa aspirasi Islam tidak ada. Yang menjadi figur
representatif umat tidak ada, menurut pengamatan ulama. Mereka umumnya
nasionalis. Kalau Islam, sudah pasti nasionalis karena Islam sangat
kondusif untuk menciptakan persatuan antarumat beragama, persatuan
global dengan perbedaan agama dan bangsa. Di dalam tekstual tertuang di
dalam Al Quran, perintah untuk mencintai umat lain, seperti berdiri
sendiri tertuang secara tekstual perintah untuk menghormati Tuhan-tuhan
lain selain Allah, jadi sangat kondusif menciptakan perdamaian global
dan Internasional. Jadi, jangan takut Islam mendiskriminasikan
agama-agama lainnya.
T: Kebijakan seperti apa yang Anda siapkan sebagai representasi dari umat Islam?
J: Ya, mayoritas masyarakat kita umat Islam, tetapi akhir-akhir ini
masyarakatnya tidak Islami. Ketika ada umat Islam yang berusaha mencegah
kemungkaran, umat dituduh intoleran. Ketika ingin tegakkan akidah,
umat dituduh tidak menghargai perbedaan.
T: Mengapa harus langsung menjadi capres? Tidak cawapres?
J: Hahaha... Kalau cawapres, itunya enggak dapat. Mau nuntut ini itu
tidak bisa. Sensasinya kurang. Saya juga didesak untuk menjadi presiden,
bukan wakil.
T: Untuk menjadi capres, harus ada kendaraan parpol. Sudah ada komunikasi ke parpol-parpol?
J: Saya tidak akan proaktif karena saya tidak berambisi menjadi
presiden karena saya bukan seorang yang mencalonkan diri, saya orang
yang dicalonkan.
T: Yang sudah mencalonkan Anda dari mana saja?
J: Dari Wasiat Ulama, ormas Islam banyak sekali. Kalau parpol, belum,
tetapi sinyal-sinyalnya sudah ada, tetapi secara konkret belum ada.
T: Partai mana? PPP atau PKS?
J: Tidak hanya itu, bahkan juga dari partai nasionalis. Buat saya,
kendaraan parpol hanya formalitas yang harus dipenuhi sebagai capres.
Bagi saya, apa pun partainya selama punya komitmen yang sama, nasionalis
atau Islam, yang punya visi dan misi yang sama. Dengan
petinggi-petinggi partai itu, saya dekat, mereka sahabat saya.
T:
Bursa capres saat ini diisi oleh politisi-politisi senior seperti
Prabowo Subianto, Ical, Jusuf Kalla, Hatta Rajasa. Nah, bagaimana Anda
melihat pesaing-pesaing Anda ini? Siap untuk hadapi mereka?
J: Artinya beliau sebagai senior-senior politik dan negarawan ya saya
hormati. Namun, saya siap berkompetisi dengan beliau-beliau. Kalau
tidak siap berkompetisi, saya tidak akan nyatakan maju.
T: Dari kandidat-kandidat itu, mana calon yang paling berat?
J: Saya belum bisa berkata begitu karena ini baru wacana, kecuali
sudah resmi menjadi calon presiden, saya baru bisa bicara lebih lanjut.
Saya rasa, semua pantas dan mampu untuk jadi presiden. Hanya pada
akhirnya presiden itu takdir, pada akhirnya. Allahlah yang memberi
kekuasaan dan mencabut kekuasaan itu. Ujung-ujungnya takdir juga.
T: Ada yang bilang menjadi capres itu harus mahal. Bagaimana tanggapan Anda?
J: Ya, itu untuk capres yang berambisi, saya kan tidak berambisi, maka
sepersen pun saya tidak akan keluarkan uang apa lagi miliaran. Kalau
sepersen pun ada (uang), saya berarti berambisi.
T: Bagaimana dengan seni budaya Indonesia jika Anda maju sebagai capres?
J: Saya belum mau bicara ke arah situ. Ini karena saya baru menyatakan
siap menjadi capres. Setelah itu baru kalau ada partai politik, dan
dipastikan maju sebagai capres baru bisa bicara lebih lanjut dalam
kapasitas sebagai capres. Saya belum jadi capres, jadi terlalu jauh
kalau saya bicara itu.
T: Bagaimana Anda melihat praktik korupsi di negeri ini?
J: Ini semua bersarang pada akhlak. Kenapa ada tawuran, hujatan,
anarkisme karena tidak ada akhlak karena kita tidak konsisten, tidak
komit yang berkekuatan dan berketuhanan.
T: Terkait ormas-ormas Islam yang kerap melakukan kekerasan? Apa tanggapan Bang Rhoma?
J: Ketika Islam berusaha mencegah kemungkaran, Islam mendapat label
intoleran. Agama apa pun tidak boleh toleran terhadap kemaksiatan.
Ketika kita berusaha menegakkan akidah, dituduh tidak pluralis. Kalau
tuduhan amar makruf nahi mungkar disebut intoleran, berarti mereka
(masyarakat) ingin adanya kemungkaran itu eksis.
T: Jadi, kalau jadi capres, bagaimana Anda membawa ormas Islam agar tidak dicap kekerasan?
J:
Kekerasan yang mana? Apakah mencegah kemungkaran itu keras? Agama mana
yang tidak melarang kemungkaran? Agama mana yang tidak melarang
perzinahan? Agama mana yang tidak melarang perjudian? Itu semua
kemungkaran yang harus dilawan, diberantas. Ketika umat Islam berantas
itu, umat Islam disebut intoleran. Ini yang harus diluruskan.
T:
Ada candaan kalau Anda maju jadi capres, lalu Anda sebagai pelantun
lagu "Begadang" jangan-jangan yang pada begadang akan ditangkapi semua?
Ini bagaimana? J: Hahaha itu
joking, tidak
usah ditanggapi. Tetapi, jangan sekali-kali menghina musik dangdut,
jangan sekali-kali menghina musik Rhoma Irama karena musik Rhoma itu
diteliti di ratusan universitas di seluruh dunia. Coba konfirmasi ke
profesor musik di University of Pittsbrugh.
T: Banyak pihak yang sangsi sosok selebriti bisa menjadi capres. Bagaimana Anda menjawab keragu-raguan ini?
J: Selebriti kan boleh-boleh saja mencalonkan diri. Banyak kok
contoh-contohnya. Itu sekarang cagub di Jawa Barat kan artis semua.
Mereka artis, tetapi mereka berhasil bangun Jabar, bangun Banten. Jadi
status keartisan saya sama sekali tidak ada kaitannya dengan kemampuan
saya memimpin.
T: Keluarga mendukung pencalonan sebagai capres ini?
J: Keluarga saya ini sudah biasa mendampingi saya bertarung, berjuang
melawan arus sejak dari tahun 1977, ketika berkiprah di PPP karena
sangat tidak popupler saat itu sehingga muncul berbagai aksi dan teror.
Jadi, keluarga ya mendukung.