Berikut kutipan wawancaranya.
T: Banyak pihak yang mulai mencalonkan Bang Rhoma untuk maju sebagai capres. Apa Anda sudah siap maju sebagai RI 1?
J: Saya ingin katakan bahwa jabatan presiden buat saya itu bukan jabatan yang menggiurkan yang harus dikejar, apalagi harus bayar, tetapi sebuah jabatan yang menakutkan karena presiden itu merupakan tanggung jawab sangat besar karena setiap napas harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan bangsa. Posisi saya di sana adalah posisi yang harus tampil karena desakan ulama dan umat. Kenapa mendesak, karena beliau-beliau melihat capres mendatang tidak ada figur yang merepresentasikan umat Islam, sementara umat Islam mayoritas. Begitu mereka mendesak agar ada representatif umat yang tampil.
Kedua, keterpanggilan saya. saya melihat semakin hari demokrasi kita sudah kebablasan keluar dari komitmen falsafah Pancasila yang dicita-citakan founding fathers kita. Kita sudah jauh dari nilai ketuhanan, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, dan jauh dari nilai persatuan.
Indikasinya tidak ada sopan santun dalam berpolitik, berbangsa, dan bernegara. Seorang kepala negara boleh dicaci maki, disamakan dengan kerbau, drakula, tanpa ada sanksi hukum. Sementara presiden itu simbol negara. Kalau rakyat sudah mencaci maki presidennya, berarti dia menghina negaranya. Kalau presiden sudah seenaknya bisa dicaci maki, rektor dosen bisa seenaknya dicaci maki. Guru-guru juga tidak punya wibawa lagi kepada muridnya. Terjadilah demoralisasi.
Tawuran antarmahasiswa, antarkomponen bangsa karena tidak ada lagi nilai moral karena kita sudah hanyut dalam demokrasi yang permisif, serbaboleh. Saya ingin kembalikan bangsa ini untuk kembali kepada Pancasila. Yang semula kita bangsa religius, sekarang kita bangsa sekuler. Yang semula kita bangsa sopan santun, ramah, jadi bangsa yang beringas, yang emosional. Ini faktor keterpanggilan saya.
T: Jadi, ini sebenarnya desakan ulama atau keterpanggilan sendiri?
J: Desakan ulama dan desakan politisi Senayan. Dulu tidak pernah ada keinginan jadi capres. Tahun 2004, saya didorong untuk mencalonkan, tahun 2009, saya bahkan diminta jadi cawapres, tetapi saya tidak terobsesi. Sampai saya katakan kepada para ulama, apakah tidak ada figur lain selain saya yang bisa saya usung bersama? Dijawabnya, Anda telah jadi ikon dari umat, hanya Anda yang bisa persatukan umat Islam, dan hanya Anda yang bisa membawa visi dan misi umat Islam. Bahkan, setiap kita kumpul, bahasanya, Anda "wajib, wajib, wajib" sudah bukan harus lagi untuk maju karena tidak ada yang bawa aspirasi Islam.
T: Mengapa akhirnya Anda terjun ke politik yang banyak disebut keras?
J: Islam itu mencakup semua hal, termasuk politik itu sendiri. Kalau ada yang bilang jangan terjun ke politik, itu salah besar karena politik itu bagian kecil dari Islam. Saya rasa tidak ada karpet merah untuk perjuangan. Berjuang mencari keadilan itu pasti beronak berduri. Seorang pejuang harus siap menghadapi itu. Karena tidak ada nabi yang tidak dihujat, bahkan dibunuh, termasuk keyakinan umat Kristiani, Yesus pun dibunuh. Itulah konsekuensi seorang pejuang, bukan karena hujatan harus mundur. Buat saya hujatan itu vitamin.
T: Apa yang bisa Anda lakukan dengan menjadi capres ini?
J: Saya berharap, saya pertanyakan kepada undang-undang dasar dan para politisi apakah jabatan presiden ini bisa mengubah moral bangsa, bisa mengubah akhlak. Sebenarnya, visi dan misi saya sejak dulu sudah tertuang dalam lirik lagu saya. Sebelum ada KPK, saya sudah bicara pemberantasan korupsi lewat lagu "Indonesia". Saya sudah bicara serukan persatuan nasional melalui lagu "Bersatulah", saya menyerukan kerukanan antarumat beragama melalui lagu "Kita adalah Satu". Saya sudah menyerukan untuk melindungi HAM sebelum ada HAM internasional. Sesungguhnya, rakyat, penggemar saya, sudah tahu visi dan misi Rhoma bagaimana. Kepribadian Rhoma ada di situ, inilah visi misi Rhoma.
T: Tadi Anda bilang dicalonkan maju sebagai capres karena tidak ada sosok pemimpin yang representatif dari umat Islam. Kandidat-kandidat lain yang sekarang muncul ini kan Islam semua.
J: Akan tetapi, yang membawa aspirasi Islam tidak ada. Yang menjadi figur representatif umat tidak ada, menurut pengamatan ulama. Mereka umumnya nasionalis. Kalau Islam, sudah pasti nasionalis karena Islam sangat kondusif untuk menciptakan persatuan antarumat beragama, persatuan global dengan perbedaan agama dan bangsa. Di dalam tekstual tertuang di dalam Al Quran, perintah untuk mencintai umat lain, seperti berdiri sendiri tertuang secara tekstual perintah untuk menghormati Tuhan-tuhan lain selain Allah, jadi sangat kondusif menciptakan perdamaian global dan Internasional. Jadi, jangan takut Islam mendiskriminasikan agama-agama lainnya.
T: Kebijakan seperti apa yang Anda siapkan sebagai representasi dari umat Islam?
J: Ya, mayoritas masyarakat kita umat Islam, tetapi akhir-akhir ini masyarakatnya tidak Islami. Ketika ada umat Islam yang berusaha mencegah kemungkaran, umat dituduh intoleran. Ketika ingin tegakkan akidah, umat dituduh tidak menghargai perbedaan.
T: Mengapa harus langsung menjadi capres? Tidak cawapres?
J: Hahaha... Kalau cawapres, itunya enggak dapat. Mau nuntut ini itu tidak bisa. Sensasinya kurang. Saya juga didesak untuk menjadi presiden, bukan wakil.
T: Untuk menjadi capres, harus ada kendaraan parpol. Sudah ada komunikasi ke parpol-parpol?
J: Saya tidak akan proaktif karena saya tidak berambisi menjadi presiden karena saya bukan seorang yang mencalonkan diri, saya orang yang dicalonkan.
T: Yang sudah mencalonkan Anda dari mana saja?
J: Dari Wasiat Ulama, ormas Islam banyak sekali. Kalau parpol, belum, tetapi sinyal-sinyalnya sudah ada, tetapi secara konkret belum ada.
T: Partai mana? PPP atau PKS?
J: Tidak hanya itu, bahkan juga dari partai nasionalis. Buat saya, kendaraan parpol hanya formalitas yang harus dipenuhi sebagai capres. Bagi saya, apa pun partainya selama punya komitmen yang sama, nasionalis atau Islam, yang punya visi dan misi yang sama. Dengan petinggi-petinggi partai itu, saya dekat, mereka sahabat saya.
T: Bursa capres saat ini diisi oleh politisi-politisi senior seperti Prabowo Subianto, Ical, Jusuf Kalla, Hatta Rajasa. Nah, bagaimana Anda melihat pesaing-pesaing Anda ini? Siap untuk hadapi mereka?
J: Artinya beliau sebagai senior-senior politik dan negarawan ya saya hormati. Namun, saya siap berkompetisi dengan beliau-beliau. Kalau tidak siap berkompetisi, saya tidak akan nyatakan maju.
T: Dari kandidat-kandidat itu, mana calon yang paling berat?
J: Saya belum bisa berkata begitu karena ini baru wacana, kecuali sudah resmi menjadi calon presiden, saya baru bisa bicara lebih lanjut. Saya rasa, semua pantas dan mampu untuk jadi presiden. Hanya pada akhirnya presiden itu takdir, pada akhirnya. Allahlah yang memberi kekuasaan dan mencabut kekuasaan itu. Ujung-ujungnya takdir juga.
T: Ada yang bilang menjadi capres itu harus mahal. Bagaimana tanggapan Anda?
J: Ya, itu untuk capres yang berambisi, saya kan tidak berambisi, maka sepersen pun saya tidak akan keluarkan uang apa lagi miliaran. Kalau sepersen pun ada (uang), saya berarti berambisi.
T: Bagaimana dengan seni budaya Indonesia jika Anda maju sebagai capres?
J: Saya belum mau bicara ke arah situ. Ini karena saya baru menyatakan siap menjadi capres. Setelah itu baru kalau ada partai politik, dan dipastikan maju sebagai capres baru bisa bicara lebih lanjut dalam kapasitas sebagai capres. Saya belum jadi capres, jadi terlalu jauh kalau saya bicara itu.
T: Bagaimana Anda melihat praktik korupsi di negeri ini?
J: Ini semua bersarang pada akhlak. Kenapa ada tawuran, hujatan, anarkisme karena tidak ada akhlak karena kita tidak konsisten, tidak komit yang berkekuatan dan berketuhanan.
T: Terkait ormas-ormas Islam yang kerap melakukan kekerasan? Apa tanggapan Bang Rhoma?
J: Ketika Islam berusaha mencegah kemungkaran, Islam mendapat label intoleran. Agama apa pun tidak boleh toleran terhadap kemaksiatan. Ketika kita berusaha menegakkan akidah, dituduh tidak pluralis. Kalau tuduhan amar makruf nahi mungkar disebut intoleran, berarti mereka (masyarakat) ingin adanya kemungkaran itu eksis.
T: Jadi, kalau jadi capres, bagaimana Anda membawa ormas Islam agar tidak dicap kekerasan?
J: Kekerasan yang mana? Apakah mencegah kemungkaran itu keras? Agama mana yang tidak melarang kemungkaran? Agama mana yang tidak melarang perzinahan? Agama mana yang tidak melarang perjudian? Itu semua kemungkaran yang harus dilawan, diberantas. Ketika umat Islam berantas itu, umat Islam disebut intoleran. Ini yang harus diluruskan.
T: Ada candaan kalau Anda maju jadi capres, lalu Anda sebagai pelantun lagu "Begadang" jangan-jangan yang pada begadang akan ditangkapi semua? Ini bagaimana?
J: Hahaha itu joking, tidak usah ditanggapi. Tetapi, jangan sekali-kali menghina musik dangdut, jangan sekali-kali menghina musik Rhoma Irama karena musik Rhoma itu diteliti di ratusan universitas di seluruh dunia. Coba konfirmasi ke profesor musik di University of Pittsbrugh.
T: Banyak pihak yang sangsi sosok selebriti bisa menjadi capres. Bagaimana Anda menjawab keragu-raguan ini?
J: Selebriti kan boleh-boleh saja mencalonkan diri. Banyak kok contoh-contohnya. Itu sekarang cagub di Jawa Barat kan artis semua. Mereka artis, tetapi mereka berhasil bangun Jabar, bangun Banten. Jadi status keartisan saya sama sekali tidak ada kaitannya dengan kemampuan saya memimpin.
T: Keluarga mendukung pencalonan sebagai capres ini?
J: Keluarga saya ini sudah biasa mendampingi saya bertarung, berjuang melawan arus sejak dari tahun 1977, ketika berkiprah di PPP karena sangat tidak popupler saat itu sehingga muncul berbagai aksi dan teror. Jadi, keluarga ya mendukung.