Natural, Informative And Educative

Natural, Informative And Educative
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA YANG KE 75, SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA, MARHABAN YA MUHARRAM. SELAMAT MEMASUKI TAHUN BARU ISLAM 1442 H" Mohon maaf lahir batin

Jumat, 19 Oktober 2012

Waspada, Teknologi & Pornografi Membentuk "Generasi XXX"

Share

Sebuah film dokumenter menyorot fenomena menakutkan. Tentang bagaimana teknologi dan pornografi mempengaruhi identitas seksual perempuan, termasuk gadis-gadis muda. Membentuk sebuah generasi XXX, yang mempertontonkan hal privat sebagai konsumsi publik.

Topik dalam dokumenter berjudul, "Sexy Baby: A Documentary About Sexiness and The Cyber Age" mungkin tabu dan membuat orang risih. Namun ini adalah fenomena faktual yang harus diantisipasi orangtua, juga masyarakat. Salah satunya, dengan cara mengkampanyekan internet sehat.

Adalah duo pembuat film, mantan jurnalis Miami Herald, Ronna Gradus dan Jil Bauer yang menguak fakta bahwa generasi saat ini mendapatkan pendidikan seks justru dari situs porno. Didukung fasilitas Facebook, ponsel cerdas, dan akses instan ke internet.

Kita semua dibombardir setiap hari oleh banyaknya informasi, juga budaya baru yang tersusupi seks -- dari lirik lagu rap, industri fashion, sampai pornografi. Cukup dengan menggerakkan jari.

Dokumenter tersebut mengangkat kisah tiga perempuan. Pertama, seorang gadis muda asal Manhattan, New York Winnifred. Ia meniru penyanyi idolanya, Lady Gaga, mengenakan stoking jala dan bagian dada setengah telanjang, dengan pose menggoda. Bersama rekannya Olivia, ia mengunggah foto itu di Facebook.

Alasan mereka, "semua gadis ingin tampil seksi, seperti Megan Fox," kata Olivia pada ABC News. Namun hanya butuh waktu sebentar bagi mereka untuk menyesalinya, setelah menyadari foto tersebar luas di dunia maya. "Aku merasa kotor," kata Olivia.

Sementara Winnifred, dalam dokumenter, mengaku di usianya yang belia, ia belum pernah dan tak tertarik melihat porno.

Soal foto profil seksi, ia mengatakan, "profil Facebook tidak menunjukkan siapa sesungguhnya dirimu, lebih ke seperti apa yang kau inginkan," kata dia. "Internet bisa menjadi perangkap. Kau memulai sebuah alter ego yang harus dipertahankan, harus diusahakan menjadi nyata."

Mengenai kasus Winnifred, para pembuat film kepada Mail Online menjelaskan, gadis muda itu mewakili generasi masa depan yang kebingungan. "Baru-baru ini ia mengaku khawatir teman-teman prianya mendapatkan kesan pertamanya tentang seks melalui video porno.

Kisah kedua adalah tentang Laura, guru taman kanak-kanak berusia 22 tahun dari Alexandria, Virginia. Ia menabung mati-matian selama dua tahun agar bisa mengoperasi vaginanya. Agar merasa seksi seperti bintang porno.

"Laura menemukan ada standar kecantikan baru yang datang langsung dari pornografi. Pacarnya membanding-bandingkannya dengan bintang porno yang ia lihat di internet," demikian penjelasan pembuat dokumenter.

Perempuan ketiga adalah Nichole, 34, mantan penari telanjang di Clearwater, Florida yang ingin memiliki bayi dari suami yang ia temui di bisnis porno.

Menurut duo pembuat film, Gradus dan Bauer, ironisnya Nichole berperan sebagai "kompas moral". Ia menyalahkan mainstream yang disusupi dengan hiburan seronok di era digital. Bahkan ia yakin ini sudah kelewatan. "Pornografi itu untuk orang dewasa, bukan pembelajaran seks untuk anak-anak," kata Nichole.

Dua pembuat film memperingatkan, pornografi telah bermetamorfosa, bukan lagi berbentuk video. Ia menyusup di papan iklan, komik, banyak hal. Terutama internet. "Tapi ini bukan film dokumenter tentang pornografi. Tapi tentang pergeseran seismik baru - fakta bahwa segala sesuatu ada di ujung jari kita, kapan pun." Melalui internet. "Bahkan tersedia untuk siapa pun, segala usia."

Dan untuk kasus tiga perempuan tersebut, pornografi di internet mempengaruhi persepsi tentang seksi dan seksualitas.  Yang dangkal.  (Sumber: Daily Mail, ABC News)

Jumat, 12 Oktober 2012

MENGHAPUS B. INGGRIS: Mendikbud-Wamendikbud Belum Sepakat

Share

Wacana pengapusan mata pejalaran Bahasa Inggris dari kuri­ku­lum Sekolah Dasar (SD) ter­nya­ta masih simpang siur. Men­dikbud dan Wa­men­dik­bud tampaknya belum men­ca­pai kata sepakat terkait wacana tersebut. Mendikbud Muham­mad Nuh mene­gas­kan hingga saat ini, wacana tersebut masih dalam pem­ba­hasan dan belum ada ke­putusan final.

”Jadi, apa yang ber­kem­bang di publik itu belum ada keputusan. Jadi, belum di­pu­tuskan nanti kurikulum SD itu seperti apa,” jelas Nuh di­te­mui di Gedung Kemendikbud, ke­marin (11/10).

Nuh menuturkan, ada se­jum­lah tahapan untuk me­ne­tapkan suatu kurikulum. Pi­hak­nya terlebih dahulu akan melakukan uji publik sebelum menetapkan kurikulum SD yang baru. ”Kita mencari formula yang terbaik. Kalau su­dah ketemu formulanya, ha­rus dilaporkan dulu ke Wa­pres karena soal kurikulum di ba­wah Wapres,” urainya.

Selanjutnya, kata Nuh, pihaknya akan menggelar ra­pat dengan menteri-men­teri terkait untuk menetapkan draft kurikulum. Draft ter­sebut lantas diujikan ke pub­lik. ”Dari uji publik itu kan ada masukan, nanti masukan-masukan itu kita godok lagi. Setelah itu baru kita tetapkan,” jelasnya.

Meski begitu, mantan Rek­tor ITS itu tidak mem­bantah jika ada kemungkinan mata pelajaran Bahasa Ing­gris akan dihapus dari kuri­ku­lum SD.

Sebelumnya, Wakil Men­dik­bud Musliar Kasim me­nga­takan, Bahasa Inggris akan ditiadakan dari kuri­ku­lum wajib siswa SD. Pe­ng­ha­pu­san tersebut akan diber­la­kukan pemerintah pada tahun ajaran 2013-2014. Alasannya, kebe­ra­da­an mata pelajaran tersebut membuat siswa tidak fokus mendalami kemam­puan Baha­sa Indonesianya.

Musliar menyebut aturan itu nantinya mesti diikuti se­mua sekolah. Namun, jika ada sekolah yang menjadikan Ba­ha­sa Inggris sebagai mata pe­lajaran tambahan, hal terse­but akan jadi per­tim­bangan. ”Un­tuk sekolah in­ter­nasional, Kemendikbud be­lum me­la­kukan kajian,” kata­nya.

Sementara itu, kurikulum untuk siswa SD rencananya akan dipadatkan menjadi ha­nya enam mata pelajaran. Yakni Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Seni Budaya, serta Pendidikan Jasmani dan Ke­sehatan.