Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan nama Bambang Pamungkas, gelandang penyerang tim sepakbola nasional Indonesia. Namun, bagaimana dengan nama Eriyanto. Pernahkah anda mendengarnya? Bagi yang tidak mengikuti perkembangan tim sepakbola junior Indonesia yang dijaring klub AC Milan, melalui program The All Star Team Challenge AC Milan Junior Camp, mungkin belum pernah dengar. Tapi bagi yang mengikuti, mungkin sudah.
Program yang telah berjalan lebih dari 10 tahun dan telah dilaksanakan di 36 negara ini bertujuan memberikan pelatihan pemain muda yang tengah merintis jalan menuju pemain kelas dunia. Untuk Indonesia, program ini melibatkan 17 anak dari usia 9 sampai 15 tahun yang terjaring melalui AC Milan Junior Camp di Jakarta dan Bali.
Diantara ketujuh belas anak yang beruntung itu, terdapatlah nama seorang anak laki-laki berusia 14 tahun asal Sukabumi Jawa Barat, Eriyanto. Ia adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Saudara perempuannya sekarang duduk di kelas 6 SD dan adik bungsu laki-laki yang tengah duduk di kelas 3 SD. Eriyanto sendiri pernah bersekolah di SMP I Nagrak, namun harus putus sekolah karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu.
Mengapa nama Eriyanto begitu spesial? Eriyanto bukan hanya sekedar satu dari beberapa anak beruntung yang bisa terjaring oleh klub AC Milan. Dalam pertandingan Milan Junior Camp Day Tournament yang digelar di Stadion San Siro Milan Italia beberapa hari yang lalu, Eriyanto berhasil meraih predikat sebagai Kapten Terbaik. Dalam pertandingan itu juga, tim junior Indonesia juga berhasil meraih peringkat pertama dalam klasemen dan menjadi tim terbaik, serta memenangkan gelar Pemain Terbaik yang diraih oleh I Putu Angga Eka Putra asal Bali.
“Saya tidak pernah terbayang menjadi kapten terbaik, karena saya hanya sebagai kapten pengganti. Tadinya saya di depan, posisi striker, tapi saya bisa dimana-mana saja,” ujar Eriyanto. “Ini kan kaptennya di belakang, jadi saya dikebelakangin, ditukar. Karena anak-anak yang lainnya pada kecil tidak bisa di belakang, jadi saya di belakang,” kata Eriyanto polos.
Eriyanto yang bercita-cita bisa masuk ke Tim Nasional Indonesia ini juga menyampaikan rasa senang dan terima kasihnya kepada sang pelatih yang telah mempercayainya sebagai kapten pengganti. Tadinya, posisi kapten dipegang oleh Armando Mamangkay asal Jakarta. Namun karena cidera saat melakukan pertandingan uji coba, posisinya kemudian digantikan oleh Eriyanto. “Dan teman-teman juga mempercayai saya sebagai kapten pengganti. Terima kasih juga buat teman-teman,” ucap Eriyanto dengan mata yang berbinar-binar bahagia.
Karena rasa bahagia yang luar biasa, Eriyanto tidak bisa menyembunyikan rasa haru dan tangis bahagianya karena bisa bertemu langsung dengan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono. “Saya senang sekali karena bisa bertemu Presiden, juga Ibu Negara. Saya senang sekali bisa bertemu mereka karena selama ini saya bertemu hanya bisa di televisi saja,” jelasnya sambil sesekali sesenggukan menahan tangis.
Namun, sang Kapten Terbaik belum menyampaikan kabar gembira ini kepada ayah dan ibunya yang berada di Sukabumi. Dia hanya menyampaikan bahwa dia sudah tiba di Jakarta. “Saya ingin membahagiakan mereka dengan memberitahukannya secara langsung, dan saling bertatap mata,” Eriyanto berujar sambil tersenyum simpul.
Menurutnya, kemenangan ini bisa diraih karena adanya semangat. Dengan cara inilah dia meyakinkan teman-temannya. “Saya meyakinkan teman-teman untuk semangat, karena tanpa semangat kita tidak akan bisa sesukses ini. Ini perjuangan puncak terakhir di Milan, tidak ada lagi. Makanya harus semangat, semua tenaga dikeluarin aja,” kata sang kapten.
Lantas, bagaimana Eriyanto bisa terjaring? Ternyata, Eriyanto tadinya bergabung dengan salah satu klub sepakbola yang ada di Sukabumi. Ketika mendengar ada penjaringan pemain sepakbola junior berbakat oleh AC Milan, maka sang pelatihnya saat itu mengajaknya ke Jakarta untuk ikut seleksi dan lulus. Kemudian, diapun terbang ke Bali untuk tahap berikutnya.
Sementara itu, menurut pelatih tim Junior ini, Yeyen Tumena, pemilihan gelar terbaik ini adalah adil karena dipilih oleh orang Italia sendiri tanpa campur tangan kita. “Mereka menurunkan tim teleskoting yang merupakan mantan pemain Milan misalnya Franco Baressi, Maldini, dan lain-lain. Mereka itulah yang memilih kapten terbaik, pemain terbaik, tim terbaik, dan penjaga gawang terbaik,” kata Yeyen.
Yeyen juga mengatakan, perbedaan mendasar dari sistem pelatihan di Milan dan Indonesia adalah kalau di Milan sepakbola itu dikaitkan dengan science dan memiliki kurikulum sendiri, tidak seperti di Indonesia yang hanya jadi kegiatan di luar sekolah. “Artinya mengenai gizi, kesehatan sudah termasuk di dalamnya,” ungkap sang pelatih.
Semoga kedepan, Indonesia bisa terus memupuk generasi muda yang memiliki potensi di dunia sepak bola dan tetap mencari bibit-bibit baru agar kedepannya Indonesia bisa unjuk gigi di lapangan hijau kelas dunia. Semoga. (yun)
Namun, sang Kapten Terbaik belum menyampaikan kabar gembira ini kepada ayah dan ibunya yang berada di Sukabumi. Dia hanya menyampaikan bahwa dia sudah tiba di Jakarta. “Saya ingin membahagiakan mereka dengan memberitahukannya secara langsung, dan saling bertatap mata,” Eriyanto berujar sambil tersenyum simpul.
Menurutnya, kemenangan ini bisa diraih karena adanya semangat. Dengan cara inilah dia meyakinkan teman-temannya. “Saya meyakinkan teman-teman untuk semangat, karena tanpa semangat kita tidak akan bisa sesukses ini. Ini perjuangan puncak terakhir di Milan, tidak ada lagi. Makanya harus semangat, semua tenaga dikeluarin aja,” kata sang kapten.
Lantas, bagaimana Eriyanto bisa terjaring? Ternyata, Eriyanto tadinya bergabung dengan salah satu klub sepakbola yang ada di Sukabumi. Ketika mendengar ada penjaringan pemain sepakbola junior berbakat oleh AC Milan, maka sang pelatihnya saat itu mengajaknya ke Jakarta untuk ikut seleksi dan lulus. Kemudian, diapun terbang ke Bali untuk tahap berikutnya.
Sementara itu, menurut pelatih tim Junior ini, Yeyen Tumena, pemilihan gelar terbaik ini adalah adil karena dipilih oleh orang Italia sendiri tanpa campur tangan kita. “Mereka menurunkan tim teleskoting yang merupakan mantan pemain Milan misalnya Franco Baressi, Maldini, dan lain-lain. Mereka itulah yang memilih kapten terbaik, pemain terbaik, tim terbaik, dan penjaga gawang terbaik,” kata Yeyen.
Yeyen juga mengatakan, perbedaan mendasar dari sistem pelatihan di Milan dan Indonesia adalah kalau di Milan sepakbola itu dikaitkan dengan science dan memiliki kurikulum sendiri, tidak seperti di Indonesia yang hanya jadi kegiatan di luar sekolah. “Artinya mengenai gizi, kesehatan sudah termasuk di dalamnya,” ungkap sang pelatih.
Semoga kedepan, Indonesia bisa terus memupuk generasi muda yang memiliki potensi di dunia sepak bola dan tetap mencari bibit-bibit baru agar kedepannya Indonesia bisa unjuk gigi di lapangan hijau kelas dunia. Semoga. (yun)
(sumber: http://www.presidenri.go.id/index.php/kibar/2010/10/21/106.html)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar,namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.