Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyesalkan pelaksanaan Uji
Kompetensi Guru (UKG) yang digelar oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaa (UKG). Persiapan pelaksanaan UKG dirasakan sangat minim.
"Sebenarnya banyak kegiatan barus dari Kemdikbud. Hanya saja, tidak disiapkan dan dilakukan dengan baik, jadi hasilnya belum tentu bermanfaat untuk peningkatan mutu pendidikan," ungkap Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo, dalam menanggapi berbagai penolakan UKG di Jakarta, Kamis (26/7).
Sulistyo mengatakan, UKG ini dilakukan dengan persiapan yang belum maksimal. Ini dapat dilihat dari lemahnya pengembangan instrumen, desain kegiatannya, penguatan landasan yuridisnya, konseptual teoritiknya, dan antisipasi mal praktek di lapangan.
"Sebenarnya niat kegiatan itu baik. Maka PGRI mendukungnya. Tapi kami tetap meminta agar UKG tidak dikaitkan dengan sertifikasi, terlebih dengan penerimaan Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Menteri memenuhinya," ujarnya.
Selama ini, lanjut Sulistyo, PGRI mengkritisi bahwa pembinaan guru sangat jelek, bahkan hampir bisa disebut tak ada pembinaan guru yang memadai. Banyak guru di Indonesia yang tidak pernah mengikuti diklat, terlebih guru swasta dan honorer, apalagi Diklat menjadi barang aneh.
Oleh karena itu, ketika pemerintah akan melakukan diklat secara bertahap dan tepat sasaran, PGRI memberikan dukungan untuk menghimpun data kompetensi guru melalui uji kompetensi guru (UKG). "Kami sudah mengingatkannya agar UKG ini bukan untuk menyiksa guru, untuk menghukum guru, untuk membuat guru stress. Sejak Indonesia merdeka belum pernah melakukan UKG dan tak mempunyai peta kompetensi guru. Wajarlah itu harus dilakukannya dengan baik," tuturnya.
Maka itu Sulistyo mengharapkan agar UKG yang digelar mampu merekam kompetensi guru dengan benar, informasi dan data yang terhimpun sungguh-sungguh sesuai kenyataan. "Jangan informasi parsial tetapi untuk membuat keputusan penting. Selain itu juga jangan mengandung informasi manipulatif, karena ini tentunya untuk dasar menentukan kebijakan," ucapnya.
"Sebenarnya banyak kegiatan barus dari Kemdikbud. Hanya saja, tidak disiapkan dan dilakukan dengan baik, jadi hasilnya belum tentu bermanfaat untuk peningkatan mutu pendidikan," ungkap Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo, dalam menanggapi berbagai penolakan UKG di Jakarta, Kamis (26/7).
Sulistyo mengatakan, UKG ini dilakukan dengan persiapan yang belum maksimal. Ini dapat dilihat dari lemahnya pengembangan instrumen, desain kegiatannya, penguatan landasan yuridisnya, konseptual teoritiknya, dan antisipasi mal praktek di lapangan.
"Sebenarnya niat kegiatan itu baik. Maka PGRI mendukungnya. Tapi kami tetap meminta agar UKG tidak dikaitkan dengan sertifikasi, terlebih dengan penerimaan Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Menteri memenuhinya," ujarnya.
Selama ini, lanjut Sulistyo, PGRI mengkritisi bahwa pembinaan guru sangat jelek, bahkan hampir bisa disebut tak ada pembinaan guru yang memadai. Banyak guru di Indonesia yang tidak pernah mengikuti diklat, terlebih guru swasta dan honorer, apalagi Diklat menjadi barang aneh.
Oleh karena itu, ketika pemerintah akan melakukan diklat secara bertahap dan tepat sasaran, PGRI memberikan dukungan untuk menghimpun data kompetensi guru melalui uji kompetensi guru (UKG). "Kami sudah mengingatkannya agar UKG ini bukan untuk menyiksa guru, untuk menghukum guru, untuk membuat guru stress. Sejak Indonesia merdeka belum pernah melakukan UKG dan tak mempunyai peta kompetensi guru. Wajarlah itu harus dilakukannya dengan baik," tuturnya.
Maka itu Sulistyo mengharapkan agar UKG yang digelar mampu merekam kompetensi guru dengan benar, informasi dan data yang terhimpun sungguh-sungguh sesuai kenyataan. "Jangan informasi parsial tetapi untuk membuat keputusan penting. Selain itu juga jangan mengandung informasi manipulatif, karena ini tentunya untuk dasar menentukan kebijakan," ucapnya.
Sumber: JPNN
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar,namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.