Perayaan tahun baru biasanya diperingati dengan pesta besar dengan
serangkaian acara khusus yang dilakukan berbagai pihak. Acara
spektakuler dengan pesta kembang api di berbagai pelosok negeri biasanya
disiapkan secara khusus untuk menandai tenggelamnya tahun yg akan di
tinggalkan dan datangnya tahun baru.
Pusat-pusat keramaian di kota,
hotel-hotel, pantai, kawasan wisata, dan tempat hiburan biasanya
dijadikan titik simpul masyarakat merayakan detik-detik pergantian
tahun. Dana miliaran rupiah dihabiskan sekedar untuk menyambut malam
tahun baru itu. Belum lagi korban yang berjatuhan dalam rangka
peringatan tersebut.
Pertanyaan
kecil dalam batin ini muncul. Mengapa kita selalu berpikir tentang tahun
baru dan memperingati serta menyambutnya dengan acara super khusus?
Mengapa
menjelang tahun baru dijadikan titik refleksi masa lalu, masa kini, dan
masa depan? Padahal setiap hari selalu terjadi fase masa lalu setelah
kita melewati sesuatu, masa kini setiap kita berpikir saat itu, masa
depan ketika kita berpikir nanti.
Menunda refleksi berarti sama saja menjadikan refleksi tak bermakna
karena kita hanya bisa memahami masa lalu. Tak dapat mencegah
penyimpangan sedini mungkin. Menunda refleksi hanya akan menghasilkan
makna parsial yang tak memiliki ruh. Hal ini berbeda dengan refleksi
setiap waktu yang akhirnya akan membentuk sebuah visi ke depan.
Maka
jangan heran tahun baru hanyalah sekedar simbolisme semata. Simbolisme
tahun baru hanya akan membawa kita kepada kehancuran karena kita tidak
mampu memaknainya dengan benar. Apalagi waktu 1 tahun adalah waktu yang
sangat panjang yang telah disediakan yang Maha Kuasa bagi kita untuk
diisi dengan sebaik-baiknya.
Waktu
itu laksana air yang mengalir ke hilir yang tak pernah lagi kembali ke
hulu. Waktu juga laksana anak panah yang terlepas dari busurnya yang
juga tak akan pernah kembali. Kadang ia membangkitkan gairah dan
semangat. Kadang ia memperdaya kita.
Kadang
kita tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Oleh
karenanya kita harus menghargai setiap kesempatan yang ditawarkan sang
waktu sebelum ditarik dari kita karena kesempatan tidak akan datang
untuk kedua kalinya.
Tahun baru
selalu identik dengan kata "pesta pora". Setiap pergantian tahun
masyarakat di seluruh dunia selalu menantinya dengan perasaan berbeda.
Tak terkecuali di Indonesia. Ada pesta meriah dengan sajian musik
spesial, pesta pora di pantai-pantai sepanjang malam, makan-makan,
minum-minum, dan bahkan hingga yang paling brutal yaitu pesta narkoba
dan pesta seks.
Tak terekam
sedikit pun dalam setiap kegiatan tahun baru yang digelar, refleksi masa
lalu dengan menginventarisir segala bentuk perbuatan, tindakan, dan
keputusan yang pernah diambil untuk dijadikan refleksi menuju tahun
depan yang lebih baik lagi.
Yang
ada hanya "pesta" dan menikmati malam pergantian tahun yang sesungguhnya
tiap malam juga bisa kita nikmati. Detik-detik menuju tahun baru
benar-benar hampa tanpa makna. Di sinilah dibutuhkan "refleksi"
sesungguhnya dari memaknai tahun baru.
Sesungguhnya
refleksi adalah belajar. Belajar adalah cara untuk mengerti, memahami,
mendekati, menyadari, mencintai, dan menghasilkan masa depan yang lebih
baik dan bermakna.
Refleksi juga
merupakan ajang instrospeksi diri atas segala bentuk macam perbuatan,
tindakan, dan keputusan kita, di mana kadang kala merugikan orang lain,
menyakiti, dan menyengsarakan orang lain. Semua itu harus diubah menjadi
lebih bermanfaat, berguna, dan bekeadilan.
Masa
lalu adalah tempat untuk mengingat segala bentuk ucapan, tindakan, dan
seluruh perbuatan kita. Masa kini adalah media untuk merancang,
memprediksi, dan menyiapkan strategi terbaik menyikapi masa lalu menuju
masa depan. Sedangkan masa depan adalah masa yang senantiasa diinginkan,
dicapai, dan dijadikan cita-cita memetik hasil.
Kemampuan
kita memetakan dengan benar dengan mengambil hikmah dari masa lalu,
merenungi masa kini, dan merancang masa depan akan menjadi kunci
keberhasilan kita menatap masa depan yang lebih cerah dan mencerahkan.
Memperingati
tahun baru tidaklah salah? Tidak juga jelek? Tetapi, harus tetap
bermakna. Jika tahun baru hanya dijadikan ajang pesta pora minus makna
sedikit pun maka kerugian yang dalam adalah hasil yang dapat kita petik.
Namun,
jika kita mampu dan benar-benar menjadikan tahun baru sebagai titik
tolak hijrah menuju kebaikan, keadilan, kebijaksanaan, dan kesuksesan
maka keuntungan besar akan menjadi hikmah terbesar memperingati tahun
baru. Sekarang, terserah kita memilih jalan yang mana? Yang merugikan
atau menguntungkan.
Selamat Tahun Baru!! Semoga di tahun 2013, lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini dan kesuksesan senantiasa menyertai kita. Amien