Perebutan medali emas antara Garuda Muda dengan Harimau Malaya Muda pada final sepakbola SEA Games di Stadion Gelora Bung Karno malam ini, diwarnai dengan munculnya kritik pedas dari warga Malaysia terhadap perilaku suporter Indonesia.
Kritik keras itu dimuat dalam media online Malaysia, thestar.com, Minggu 20 November 2011 kemarin, dan ramai diperbincangan di twitter sepanjang pagi ini. Artikel itu ditulis oleh Wong Chun Wai. Berikut isi lengkap artikel tersebut setelah dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia.
Anda Memalukan!
Permusuhan terhadap tim dan media kami dalam SEA Games di Indonesia adalah aib yang sangat memalukan. Sungguh sangat konyol bagaimana rivalitas antara Malaysia dan Indonesia semakin panas pada SEA Games di Indonesia saat ini. Lebih tepatnya, hal itu bahkan berubah menjadi permusuhan terbuka, bahkan kebencian nyata, pada sebagian rakyat Indonesia.
Ini semua sangat mengherankan karena perolehan medali tuan rumah sangat jauh di atas Malaysia. Mereka menempati tempat teratas dengan mengoleksi lebih dari 100 medali emas, sementara kami berada di posisi keempat dengan hanya mengumpulkan lebih dari 40 medali emas. Kami bahkan kalah dari Indonesia dalam sepak takraw, dengan hanya memperoleh medali perunggu setelah kalah berturut-turut dari Thailand dan Indonesia.
Tapi atlet, petugas, dan media kami menghadapi sikap antagonisme setiap hari, yang bisa dipicu oleh siapa saja di setiap lokasi di mana atlet Malaysia berkompetisi. Pada titik tertentu, itu bisa jadi dipicu oleh faktor kegilaan atau sifat kekanak-kanakan semata, tergantung pada bagaimana Anda melihatnya.
Tim Malaysia telah menerima fakta bahwa bahwa kerumunan suporter Indonesia akan menunjukkan kebencian dan ketidakhormatan mereka secara terbuka terhadap lagu kebangsaan kami, dengan menolak untuk berdiri saat lagu kebangsaan kami diputarkan. Tapi yang terjadi telah lebih dari itu – kapan pun lagu Negaraku dimainkan, kerumunan massa akan meniupkan terompet, beteriak, dan mengejek.
Ada juga kejadian ketika suporter Indonesia mengangkat jari tengah mereka sebagai simbol mengejek, kepada para fotografer, di mana pun atlet Malaysia berkompetisi. Kurangnya perilaku sportif ini mencapai tingkat yang keterlaluan ketika wartawan Malaysia dilarang meliput di hari terakhir kompetisi berenang.
Seorang petugas yang diidentifikasikan bernama Chris Ardi Toruan bahkan lupa bahwa perannya adalah untuk memastikan kelancaran acara, karena dia malah berubah menjadi penghasut dan hampir menyebabkan perkelahian.
Petugas yang bertanggung jawab di gerbang masuk pun tidak hanya bersikap kasar dan mengancam, tapi juga berteriak kepada kerumunan: “Ini semua orang Malaysia! Tak ada otak semua.” Petugas itu lantas dilaporkan berbalik kepada sekelompok kecil jurnalis Malaysia, dan mengatakan: “Ini adalah negara kami! Jika kamu tidak menyukainya, kamu dapat pergi!”
Tak perlu mempertimbangkan menjadi tuan rumah yang ramah atau terpikir solidaritas Asean. Lupakan tentang pujian yang sering disematkan tentang “bangsa serumpun” (kelompok ras yang sama), dan sebutan umum sebagai tetangga dekat. Semua itu melayang pada SEA Games.
Pejabat dan tokoh Malaysia juga menemukan kursi mereka “hilang” diduduki para pejabat Indonesia, bahkan tentara-tentara jenderal, di perlombaan tertentu. Kami telah mempertimbangkan, kasus-kasus itu terlalu kecil untuk dibuka, dan memilih memahami bahwa gangguan ini merupakan bagian dari setiap peristiwa besar.
Ada pula tuduhan bahwa lokasi pertandingan berubah pada menit terakhir, tanpa memberitahu para finalis dan wartawan, sehingga menghasilkan tekanan dan kecemasan pada menit-menit terakhir. Tapi lagi-lagi, terlepas dari segala keluhan, hal ini diterima.
Bagaimanapun, ada omelan pribadi bahwa hal-hal itu dilakukan untuk menguntungkan Indonesia. Namun tidak ada yang benar-benar memiliki bukti atas tuduhan tersebut. Yang jelas, permusuhan dari suporter Indonesia-lah yang menjadi masalah memprihatinkan. Tekadang, hal ini bahkan didukung oleh para pejabat dan media lokal.
Setiap kali atlet Malaysia mencetak angka pada pertandingan apapun, mereka mengejek, memprovokasi, dan mengejek. Kami memahami rivalitas macam itu pada pertandingan bulu tangkis dan sepakbola, tapi galah? Atlet kami Roslinda Samsu harus menghadapi permusuhan dari penonton, tapi hal itu tidak menghentikannya dari meraih medali emas. Dia bahkan memecahkan rekor SEA Games-nya sendiri.
Pada cabang sinkronisasi menyelam, Malaysia lagi-lagi menghadapi kerumunan penonton Indonesia yang marah. Tapi lagi duet atlet kami, Leong Mun Yee dan Wendy Ng Yan Yee, meraih medali emas. Kita tidak akan pernah bisa kembali ke semangat asli SEAP Games 1959, ketika ada niat tulis dan persaingan sportif.
Mungkin itu sama dengan semua pertandingan yang dibungkus dengan kebanggaan nasional dan egoisme individual dengan dukungan uang sponsor, yang berdampak nyata pada kinerja. Politisi-politisi kini juga mendominasi banyak asosiasi olahraga. Mereka semua menggunakan kemenangan untuk menaikkan popularitas mereka.
Lebih buruk lagi, kita semua tahu bahwa bangsa-bangsa yang menggunakan nasionalisme, bahkan pada pertandingan olahraga, untuk menyatukan rakyat mereka. Apalagi menghadapi setumpuk isu politik domestik.
Menang adalah penting, namun bukan segalanya. Tentu saja, harus ada penghormatan dan penghargaan. Kebencian terbuka terhadap tamu Anda benar-benar tidak dapat diterima dan merupakan aib yang memalukan. Sungguh memalukan kerumunan penonton yang bersikap bermusuhan, dan tidak memahami semangat persahabatan.
Berikut isi lengkap kekesalan Malaysia terhadap penyelenggaraan SEA Games yang di pandang sangat merugikan terhadap Malaysia yang di muat di halaman Berita Harian Online Malaysia.
Cowok Ganteng: 'Bersatu dan bangkit' - tak termasuk Malaysia
BERSATU dan bangkit! (United and rising) – semangat murni yang cuba ditampilkan penganjur Sukan SEA ke-26 di Jakarta dan Palembang – Indonesia.
Semangat ini cukup positif sehingga Menteri Belia dan Sukan, Datuk Seri Ahmad Shabery Cheek dan ketua kontinjen negara, Datuk Naim Mohamad mahu media Malaysia menutup sebelah mata di atas kelemahan tuan rumah, sebaliknya memberi tumpuan kepada memartabatkan sukan di Asia Tenggara.
Semangat ini cukup positif sehingga Menteri Belia dan Sukan, Datuk Seri Ahmad Shabery Cheek dan ketua kontinjen negara, Datuk Naim Mohamad mahu media Malaysia menutup sebelah mata di atas kelemahan tuan rumah, sebaliknya memberi tumpuan kepada memartabatkan sukan di Asia Tenggara.
Namun jelas Shabery dan Naim, dan mungkin juga ramai lagi pegawai serta rakyat Malaysia yang berada di Jakarta terutamanya, tertipu dengan slogan tuan rumah itu. Atau mungkin juga sebahagian besar penduduk kota Jakarta sendiri yang tidak memahaminya.
Buktinya, di Stadium Gelora Bung Karno, Pusat Bowling Jaya Ancol, Velodrom Rawamangun, Dewan Taekwondo Cibubur - nama Malaysia seakan jijik buat penyokong tempatan yang begitu bersatu dan bangkit mengejek atlit negara dan lagu Negaraku. Paling meloyakan, kartun dalam sebuah akhbar tempatan pada hari perlawanan Malaysia-Indonesia di peringkat kumpulan yang menampilkan pemain Malaysia seperti banduan dan lanun dengan isu perebutan wilayah antara punca tohmahan berkenaan.
Provokasi di Gelora Bung Karno yang sudah basi dan tidak mampu mempengaruhi mental pemain negara, dijangka akan lebih bingit dan menyakitkan telinga dengan misi membalas dendam serta mengubat ‘sakit hati yang mendalam’ (seperti dikatakan peminat dalam satu temubual radio tempatan) terhadap Malaysia akibat kekalahan di Piala AFF Suzuki tahun lalu.
Menurut rakan wartawan yang pernah membuat liputan Sukan SEA di hampir semua negara di rantau Asia Tenggara ini, Sukan SEA di Jakarta antara yang paling teruk – terutama dalam sambutan rakyatnya terhadap kontinjen Malaysia.
Kontinjen Malaysia yang hadir ke bumi Jakarta seolah-olah musuh ketat yang cuba dimalukan dan dimusnahkan. Bagi penyokong Indonesia, biar mereka tidak dapat emas asalkan bukan Malaysia yang memperolehnya.
Sokongan padu sanggup diberikan kepada lawan Malaysia, tidak kira dalam apa acara sekalipun. Jadi jelas kedatangan kontinjen negara ke sini kurang dialu-alukan dan nama Malaysia tidak terbabit dalam kempen Bersatu & Bangkit kali ini.
Malaysia kini yang berada di tangga keempat keseluruhan selepas mencapai sasaran 45 pingat emas kelmarin, kini perlu menamatkan kempen kali ini dengan ibu emas – mengecewakan Indonesia dalam aksi final bola sepak malam ini – sekali gus mengajar sebahagian penyokong di sini erti semangat kesukanan sebenar.
Syed Riduan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar,namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.