Natural, Informative And Educative

Natural, Informative And Educative
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA YANG KE 75, SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA, MARHABAN YA MUHARRAM. SELAMAT MEMASUKI TAHUN BARU ISLAM 1442 H" Mohon maaf lahir batin

Senin, 28 Mei 2012

Haruskah Guru berbahasa Inggris di Kelas? OLEH: NANANG BAGUS SUBEKTI

Share

           Sebagai seorang guru, saya berpikir pada diri saya sendiri ‘apakah perlu saya menggunakan bahasa Inggris di dalam kelas’? Kira-kira 5 tahun yang lalu, saya diundang beberapa sekolah untuk melatih para guru untuk berbicara bahasa Inggris. Alasannya pun sangat sederhana, yaitu sekolah ingin menjadi sekolah RSBI atau menjadi model sebuah sekolah yang pengantar pembelajarannya dengan bahasa Inggris. Melalui tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman dan pandangan saya tentang perlu tidaknya sekolah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran.

Tidak cukup lama para guru mengikuti program pelatihan kemampuan berbahasa Inggris, kira-kira 2-3 bulan saja. Semua guru bidang studi terlibat dalam pelatihan tersebut, dari latihan berbicara bahasa Inggris sederhana sampai latihan mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris. Menurut saya, waktu pelatihan selama 2-3 bulan meskipun intensive tidaklah cukup untuk membuat para guru yang tidak berlatar belakang guru bahasa Inggris tersebut bisa dengan cepat menguasai bahasa Inggris. Logika ini saya ambil dari hasil pengamatan saya terhadap beberapa guru bahasa Inggris yang ternyata tidak percaya diri (PD) untuk menggunakan bahasa Inggris di depan kelas apalagi para guru yang notabene bukan berlatar belakang bahasa Inggris. Bahkan mahasiswa-mahasiswa Indonesia di luar negeri yang berlatar belakang bahasa Inggris pun masih berjuang keras ketika harus memberikan presentasi dalam bahasa Inggris.

Penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan KBM telah menjadi trend di beberapa sekolah termasuk perguruan tinggi. Sebagai orang tua siswa tentu saya bangga dengan kebijakan tersebut. Namun sebagai orang tua yang peduli dengan kualitas pemahaman anak terhadap materi yang dipelajari dan diajarkan saya menjadi kawatir anak-anak justru tidak memahami dengan baik materi yang diajarkan, karena berjuang keras untuk belajar bahasa Inggrisnya.Dari analogi saya tersebut bisa disimpulkan jika pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa Inggris akan menggeser hakekat tujuan pembelajaran utama, misalnya anak-anak dan guru tidak lagi fokus dengan isi atau kepadatan materi yang diajarkan namun akan fokus dengan penggunaan bahasa Inggrisnya. Walhasil, pembelajaran sebuah mata pelajaran apapun dimungkinkan akan bergeser menjadi belajar bahasa Inggris.

Perlu kiranya kita mengambil sikap jika saat ini yang kita perlukan adalah berpikir pada kualitas pembelajaran bukan lagi pada kualitas tampilan seperti apakah gurunya berbahasa Inggris?, apakah sekolah mewajibkan gurunya berbahasa Inggris?, apakah gurunya mengabsen kehadiran siswa?, apakah gurunya menggunakan media pembelajaran yang tersedia? dan apakah gurunya berpakaian rapi? Menurut saya, contoh-contoh yang saya sebutkan tersebut sudah seharusnya menjadi perangkat wajib yang harus dikerjakan guru. Sudah saatnya sekolah dan guru berpikir lebih maju dari sekedar urusan berkas dan formalitas dengan membawa kegiatan KBM menjadi lebih bermakna.

Salah satu teori belajar yang mengatakan jika suatu pembelajaran dikatakan berhasil jika siswa mampu mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut dan mengaplikasikannya dalam konteks yang baru adalah SOLO Taxonomy. Menurut  SOLO Taxonomy  yang dikenalkan oleh John Biggs (http://www.johnbiggs.com.au/solo_taxonomy.html) kemampuan siswa tidak cukup hanya menyebutkan poin-poin yang dipelajari, namun siswa harus mampu menghubungkan poin-poin tersebut dan mengembangkan poin-poin tersebut sampai pada tataran kemampun untuk menambahkan poin baru atau mengaplikasikannya pada konteks yang berbeda. Menurut John Biggs ada 4 tahapan untuk mengukur keberhasilan belajar: (1) Uni-Structural; (2) Multistructural; (3) Relational; dan (4) Extended abstract. Jadi sudah saatnya sekolah dan guru tidak lagi berkutetan dengan formalitas atau aspek penampilan luar, tetapi sudah saatnya untuk melihat bagaimana anak-anak memproses informasi atau materi yang diajarkan di kelas. Perlu kiranya untuk bertanya, apakah siswa-siswa benar-benar belajar ketika duduk manis di dalam kelas? Apakah pikiran-pikiran siswa benar-benar terfokus pada materi yang diajarkan? Apakah guru benar-benar membuat siswa berpikir?

Saya memiliki pemahaman jika KBM yang ramai dengan siswa senang belum tentu menjadi indikator utama guru berhasil dalam melakukan KBM. Apalah artinya murid senang, kelas riuh gembira tetapi muridnya tidak memahami materi yang dipelajari? Apalah artinya KBM kelihatan  trendy dan modern dengan menggunakan bahasa Inggris tetapi siswa tidak memahami materi yang dipelajari? Apalah artinya siswa duduk manis di dalam kelas tetapi isi kepalanya tidak fokus memikirkan isi materi pelajaran? Akhirnya KBM selesai dan bel berbunyi, siswa tidak mendapatkan sesuati bermakna dari materi atau isi pelajaran, kecuali hati senang. Analogi saya adalah kita senang karena perut kenyang, tetapi yang kita makan bukanlah makanan bergizi kecuali hanya nasi putih dan garam saja yang jauh dari empat sehat lima sempurna.

Nah, lepas dari kebijakan pemerintah tentang penggunaan bahasa seperti yang tercantum dalam Permen No 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah  maupun trend yang terjadi di masyarakat, menurut saya sangat perlu sekolah dan guru untuk memikirkan baik-baik ketika akan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran sehingga tujuan utama belajar tidak mengalami pergeseran.

Akhir kata, penggunaan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam KBM bukanlah sebuah indikator mutlak untuk menyebut sekolah atau kelas tersebut berkualitas baik. Apalah artinya menggunakan bahasa Inggris terus-menerus tetapi siswanya memiliki kemampuan pemahaman materi yang dangkal bukan yang mendalam (deep understanding). Namun penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas, sangat cocok untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Justru akan serasa aneh jika mata pelajaran bahasa Inggris, gurunya tidak bisa berbahasa Inggris.


Silahkan membaca tulisan saya tentang kualitas dan guru dan hasil pembelajarannya http://subekti.com/2012/03/21/benarkan-guru-hebat-melahirkan-siswa-heb

Lady Gaga, Lady Gagal & Lady Gagak

Share

Istilah Lady Gagal muncul di tengah hiruk pikuk protes dan penolakan penyanyi Lady Gaga. Maksudnya, Lady Gaga batal konser.

Penyanyi yang bernama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta itu rencananya bakal konser di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, pada 3 Juni 2012. Awal Maret 2012, pihak penyelenggara membuka penjualan tiket. Sekitar 50 ribu tiket ludes, dibeli oleh para penggemarnya yang disebut little monster.

Bersamaan dengan penjualan tiket, suara protes terhadap Lady Gaga muncul. Beberapa organisasi masyarakat (ormas) menolak kedatangan penyanyai asal Amerika tersebut.

Lady Gaga dianggap pemuja setan dan vulgar. Dari cara berpakaiannya, penyanyi berjulukan Mother Monster itu kerap membawa simbol setan seperti memakai benda di kepala mirip tanduk.

Penggunaan 'tanduk' tersebut mengarah kepada salah satu simbol setan yakni Baphomet. Sosok Baphomet digambarkan sebagai setengah manusia, setengah kambing sosok atau kepala kambing.

Tidak hanya itu, beberapa lirik lagunya dianggap menghina Tuhan. Salah satu yang dikecam adalah lirik lagu berjudul Judas. Derasnya penolakan menjadi pertimbangan untuk pihak manajemen Lady Gaga. Pada Minggu 27 Mei 2012, pihak penyelenggara Big Daddy Entertainment mengumumkan konser yang bertajuk Born This Way Ball batal.

Pembatalan konser tersebut diminta langsung oleh manajemen Lady Gaga. Alasannya sangat beragam, salah satunya adalah terkait keamanan. Manajemen Lady Gaga tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan untuk Lady Gaga dan penonton, jika konser tersebut dipaksa untuk dilanjutkan. Lady Gagal.

Setelah pengumuman resmi kebatalan konser, muncul lagi istilah baru Lady Gagak. Istilah ini muncul di internal Front Pembela Islam (FPI), salah satu ormas yang menentang keras Lady Gaga.

Para anggota FPI menerima pesan singkat yang bercerita soal Lady Gagak pada Senin (28/5/2012). Isinya mengolok-olok Lady Gaga yang gagal konser. Berikut isi pesan tersebut:

Lady Ga Ga bertanya kepada manajernya: "Apa syarat saya tampil di Indonesia?" Manajernya menjawab: "Kamu mesti pakai kebaya dan kerudung serta pegang rebana nyanyi qosidahan"

Lady Ga Ga bertanya lagi: "Kalau saya tdk mau ?! Managernya menjawab : "Kamu mau ditangkap dan diikat lalu digunduli, semua rambut dan bulumu mau dicukur habis, lalu disiram OLI, shg kamu jadi Lady GAGAK sungguhan !!"

Lady Ga Ga pun membatalkan konsernya di Indonesia sambil berseru : "iih....sereeeeem..!!!"


Cukup, cukup sudah soal Lady Gaga yang gagal konser karena takut menjadi 'Lady Gagak'. Perhatian masyarakat terlalu tersedot ke penyanyi kontroversial tersebut.

Banyak persoalan lain yang juga penting untuk disorot seperti dangdut koplo di daerah-daerah yang tampil seronok. Penampilan penyanyinya tidak kalah seksi dan liriknya tidak kalah kontroversial.

Copypaste from: http://nasional.inilah.com